Pemerintah akan melarang bisnis perantara tenaga alih daya untuk pekerjaan di luar jasa keamanan, katering, jasa kebersihan, transportasi, dan jasa pertambangan migas. Pemerintah memberikan masa transisi setahun bagi pemberi kerja dan penyalur menyesuaikan diri. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, di Gedung Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta, mengungkapkan kebijakan ini, Rabu (3/10). Muhaimin berjanji, peraturan yang mengatur hubungan pemberi kerja atau perusahaan dengan pekerja tanpa perantara perusahaan penyalur tenaga kerja alih daya (outsourcing) segera terbit minggu ini.
“Proses perantara melalui perusahaan pengerah harus dihentikan, selain lima jenis pekerjaan yang diatur Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sejak hari ini, kepada gubernur, bupati, dan wali kota diminta untuk menertibkan secara bertahap para pengelola perusahaan pengerah tenaga kerja outsourcing di luar pekerjaan inti,” kata Muhaimin, didampingi Sekretaris Jenderal Kemenakertrans Muchtar Lutfie. Juga turut hadir Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsostek R Irianto Simbolon serta Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kemenakertrans Suhartono.
Rancangan peraturan ini merupakan salah satu respons pemerintah terhadap mogok kerja buruh serentak di 80 kawasan industri di 21 kabupaten/kota. Puluhan ribu buruh di bawah Majelis Pekerja Buruh Indonesia mogok kerja menuntut penghapusan pekerja alih daya, penetapan upah minimum sesuai angka kebutuhan hidup layak, dan iuran jaminan kesehatan pekerja ditanggung pemberi kerja.
Daftar Ulang
Muhaimin menegaskan, perusahaan penyalur tenaga alih daya untuk lima jenis pekerjaan itu harus segera mendaftar ulang izin kepada pemerintah daerah. Pemerintah juga akan menguatkan pengawasan untuk memastikan tidak ada lagi penyaluran tenaga alih daya yang melanggar UU Ketenagakerjaan. Rancangan peraturan ini segera dimatangkan bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan serikat pekerja dalam rapat Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional. Muhaimin mengatakan, masa transisi dibutuhkan untuk melindungi proses peralihan kerja sama antara pemberi kerja dan pekerja yang harus dihormati. “Perlu dicatat, ini bukan pelarangan pengalihan pekerjaan. Beberapa pekerjaan yang bersifat temporer atau periodik itu lain sehingga aturan ini nanti khusus menyangkut perusahaan pengerah tenaga kerja,” lanjutnya.
Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia Wisnu Wibowo mendukung regulasi ini. Menurut dia, masih ada jenis pekerjaan lain sepanjang bukan pekerjaan inti yang bisa digarap perusahaan tenaga alih daya profesional. Regulasi ini juga akan mematikan secara alamiah penyalur tenaga kerja alih daya tanpa badan hukum koperasi atau perseroan terbatas. “Pada akhirnya, perusahaan yang mematuhi perundang-undangan akan bertahan dan akan ada transformasi menjadi bisnis proses,” kata Wisnu.
Industri Lumpuh
Walau ada hasil positif, aksi mogok di kawasan industri yang disertai penyisiran pabrik-pabrik berlangsung di sejumlah kota dan daerah di Tanah Air. Aksi telah melumpuhkan sebagian besar aktivitas. Ribuan buruh menutup akses kawasan industri sehingga arus distribusi dan proses produksi terganggu. Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi menyesalkan hal ini. Sofjan mengatakan, aksi mogok tak seharusnya mengganggu kegiatan produksi karena merugikan pengusaha. “Pemerintah harus menjamin kepastian hukum agar investor tenang bekerja,” ujar Sofjan. Koordinator Forum Komunikasi Asosiasi Industri Nasional Franky Sibarani menambahkan, pengusaha masih mendata kerugian akibat kelumpuhan produksi. Pada unjuk rasa buruh 27 Januari 2012, ada dua pabrik yang merugi Rp 5 miliar per pabrik akibat gagal memproduksi dan mengirim tepat waktu sehingga terkena penalti. “Ada juga pabrik alas kaki yang terpaksa batal menerima order setelah upah buruh naik drastis sehingga tidak sesuai dengan kontrak. Sekarang ini pabrik- pabrik mengalihkan sif kerja dari siang ke malam hari untuk menghindari mogok,” ujar Franky.
Mogok kerja di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, berdampak negatif pada kegiatan produksi. Dilaporkan seluruh aktivitas 400 pabrik di kawasan itu lumpuh, mengakibatkan total kerugian sekitar Rp 400 miliar. Asi mogok massal di Batam, Kepulauan Riau, menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri Kepulauan Riau Johannes Kennedy, diduga menimbulkan kerugian sedikitnya Rp 90 miliar. Pemogokan menyebabkan 24 kawasan industri di Batam lumpuh. Namun, kelumpuhan sebagian besar industri akibat mogok buruh belum terlalu memengaruhi pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 5,33 poin (0,12 persen) ke level 4.251,51, dengan jumlah transaksi 9,44 juta lot atau setara dengan Rp 4,24 triliun. “Aksi massal seperti ini menjadi faktor negatif dalam perbaikan iklim investasi di Indonesia, di tengah upaya pemerintah memompa investasi sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi yang tinggi bersama dengan konsumsi masyarakat,” kata ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menaruh perhatian serius. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, Presiden mendengarkan aspirasi buruh yang mogok, khususnya di Jabodetabek. Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat, di Yogyakarta, mengatakan, unjuk rasa merupakan hak demokrasi. Namun, dia menyayangkan buruh menyisir pabrik-pabrik dan mengganggu produksi, yang dapat mengganggu perekonomian nasional.
Sumber: Harian Kompas
Leave A Comment
You must be logged in to post a comment.